Selamat Datang di Blog Istaz Mahardika, Semoga Bermanfaat untuk Anda Amiin !!!

Monday, 28 May 2012

Psikologi Agama

Istaz Mahardika:Psikologi Agama Sebagai Disiplin Ilmu
A.    Psikologi Agama dan Cabang Psikologi
Para ilmuwan (Barat) menganggap filsafat sebagai induk dari segala ilmu. Sebab filsafat merupakan tempat berpijak kegiatan keilmuan (jujun.S Suriasumanteri, 1990:22). Dengan demikian, psikologi termasuk ilmu cabang dari filsafat. Psikologi secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran (cougnisi), perasaan (emotion), dan kehendak (conasi). Gejala tersebut secara umum memiliki ciri-ciri yang hampir sama pada diri manusia dewasa, normal dan beradab. Selanjutnya dalam kajian-kajian psikologi juga di jumpai berbagai perbedaan antara manusia yang sudah berbudaya tinggi ( berperadaban ) dengan manusia yang msih hidup secara sederhan (primitif), maka muncul pula psikologi primitif sebagai cabang berikutnya. Kemudian dengan kaitanya dengan kondisi mental ternyata manusia juga berbeda, sehingga untuk mempelajarinya diperlukan adanya psikologi khusus, Maka munculah psikologi abnormal dan para psikologi.
Di luar itu psikologi pun berkaitan dengan profesi dan pekerjaan. Ternyata seabad setelah psikologi diakui sebagai disiplin ilmu yang otonom, para ahli melihat bahwa psikologi pun memiliki keterkaitan dengan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan batin manusia yang paling dalam, yaitu agama.  Menurut Robert H. Thouless, selama sekitar tiga puluh hingga empat puluh tahun terakhir ini jumlah penelitian terhadap permasalahan-permasalahan khusus dalam psikologi agama sudah banyak sekali (Robert H. Thouless:10). Pernyataan ini setidaknya menginformasikan, bahwa sebagai cabang dari psikologi, maka psikologi agama dianggap semakin penting dalam mengkaji tingkah laku agama.
B.     Pengertian Psikologi
Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab (Jalluddin, et al, 1979:77). Menurut Robert H Thouless, psikologi sekarang dipergunakan secara umum untuk ilmu tentang tingkah laku dan pengalaman manusia (Robert H. Thouless, 1992 :13). Selanjutnya agama juga menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan batin manusia. Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan rinci.
C.     Ruang Lingkup dan Kegunaanya
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pembahasanya tersendiri yang dibedakan dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah keagamaan yang lainya. Lebih lanjut, Prof. Dr. Zakiyah Darajat menyatakan bahwa lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat sebagai hasil dari keyakinan (terhadap suatu agama, yang dianut-pen). Dengan demikian, psikologi agama menurut Prof. Dr. Zakiyah Darajat adalah mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindak agama orang itu dalam hidupnya (Zakiyah Derajat:15). Dalam banyak kasus, pendekatan psikologi agama, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk membangkitkan perasaan dan kesadaran agama. Demikian pula dalam lapangan pendidikan psikologi agama dapat difungsikan pada pembinaan moral dan mental keagamaan peserta didik.
D.    Psikologi Agama dan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam konteks pengertian seperti yang dianjurkan Rosululloh SAW. Inilah yang dimaksud dengan pendidikan islam dalam arti yang seutuhnya. Dalam kaitan ini, pendidikan islam erat kaitanya dengan psikologi agama. Bahkan psikologi agama digunakan sebagai salah-satu pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Dalam pandangan Islam, sejak dilahirkan, manusia telah dianugrahkan potensi keagamaan. Potensi ini baru dalam bentuk sederhana, yaitu kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada sesuatu. Agar kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi ini tidak salah, maka perlu adanya bimbingan dari luar. Secara kodrati orang tua merupakan pembimbing pertama yang mula-mula dikebal anak. Oleh karena itu, Rasul Allah SAW menekankan bimbingan itu pada tanggung jawab kedua orang tua. Anak dibimbing untuk tunduk dan mengabdikan diri hanya kepada Allah, sesuai dengan fitrahnya. Kemudian sebagai pembuktian dari pengabdian itu, direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan aktifitas yang bermanfaat, sesuai dengan perintah-Nya.

Perkembangan Psikologi Agama
A.    Sejarah Perkembanganya
      Untuk menetapkan secara pasti kapan psikologi agama mulai dipelajari memang terasa agak sulit. Baik dalam kitab suci, sejarah tentang agama-agama tidak terungkap secara jelas mengenai hal itu. Namun demikian, walaupun tidak secara lengkap, ternyata permasalahan yang menjadi ruang lingkup kajian psikologi agama banyak di jumpai baik melalui informasi kitab suci agama maupun sejarah agama. Berdasarkan sumber barat, para ahli psikologi agama menilai bahwa kajian mengenai psikologi agama mulai populer sekitar akhir abad ke-19. Sekitar masa itu psikologi yang semakin berkembang digunakan sebagai alat untuk kajian agama. Kajian semacam itu dapat membantu pemahaman teerhadap cara bertingkah laku, berfikir, dan mengemukakan perasaan keagamaan (Robert H. Thouless, 1992:1).
      Sebagai disiplin Ilmu boleh dikatakan, psikologi agama dapat dirujuk dari karya penulis barat, antara lain karya Jonathan Edward, Emile Durkheim, Edward B. Taylor maupun Stanley Hall yang memuat kajian mengenai agama suku-suku primitif dan mengenai konversi agama. Kajian sosiologi dan antropologi budaya ini menampilkan sisi-sisi kehidupan masyarakat suku primitif dan sikap hidup mereka terhadap sesuatu   yang dianggap sebagai adikodrati (supernatural). Tampaknya, para ilmuwan dan agamawan yang semula berselisih pendapat mengenai psikologi agama, kini seakan menyatu dalam kesepakatan yang tak tertulis, bahwa dalam kehidupan modern ini, peran agama kian penting. Dan pendekatan psikologi agama dapat digunakan dalam memecahkan berbagai problema kehidupan yang dihadapi manusia sebagai makhluk yang memiliki nilai-nilai peradaban dan nilai moral.

B.     Beberapa Metode dalam Psikologi Agama.
      Dalam meneliti ilmu jiwa agama menggunakan sejumlah metode, yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.      Dokumen Pribadi ( Personal document)
Metode ini digunakan untuk mempelajari tentang bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam hubunganya dengan agama. Dalam penerapanya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau tekhnik-tekhnik tertentu . Diantara yang banyak digunakan adalah :
a.       Tekhnik Nomotatik
b.      Tekhnik Analisis Nilai ( Value Analysis )
c.       Tekhnik Idiograpy
d.      Tekhnik Penilaian terhadap sikap (Evauation Attitudes Technique)
2.      Kuesioner dan Wawancara
Metode kuesioner maupun wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung terhadap responden. Diantara cara yang digunakan adalah tekhnik pengumpulan data melalui.
a.       Pengumpulan Pendapat Masyarakat (Public Opinion Polls)
b.      Skala Penilaian (Rating Scale)
c.       Tes (Test)
d.      Eksperimen
e.       Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi (Sosiological and anthropological observation)
f.       Studi agama berdasarkan pendekatan antropologi budaya
g.      Pendekatan terhadap Perkembangan (Development Approach)
h.      Metode Klinis dan Proyektivitas (Clinical Method and Projectivity Technique)
i.        Metode Umum Proyektifitas
j.        Apersepsi Nomotatik (Nomothatic Apperception)
k.      Study Kasus (Case Study)
l.        Survei
C.     Psikologi Agama dalam Islam
      Secara terminologis, memang psikologi agama tidak dijumpai dalam kepustakaaan Islam klasik, karena latar belakang sejarah perkembanganya bersumber dari literature barat. Dan yang mula-mula menggunakan sebutan psikologi agama adalah Edwin Diller Starbuck, melalui karanganya Psycology of Religion yang terbit tahun 1899. Namun, hal ini tidak berarti bahwa di luar itu studi yang berkaitan dengan psikologi agama belum pernah dilakukan oleh para ilmuwan non-barat. Barangkali karya Abd Al-Mun’im Abd Al-Aziz Al-Malighy, Afif Abd Al-Fath maupun Mustafa Fahmi yang diterbitkan tahun 1950an hingga tahun 1960an dapt dikelompokan sebagai karya ilmuwan Muslim Modern mengenai psikologi agama. Karya Malighy Tatawwur  Al-Syu’ur Al-Diny Inda Tifli wa al-Muhariq dan Al-Numuww al-Nafsy yang terbit tahun 1955 dan 1957, ataupun karya Moustafa Fahmi berjudul Ruh al-Din al Islamy tahun 1956, serta karya moustafa Fahmi berjudul al-Shihah al-Nafsiyah tahun 1963 menunjukan pesatnya perkembangan kajian psikologi agama di kalangan ilmuwan Muslim. Sayangnya di Indonesia sendir karya-karya seperti itu baru dimulai sekitar tahun 1970an oleh Dr. Zakiyah Derajat. Padahal khasanah Islam yang memuat bahan baku tentang psikologi agama, khususnya untuk kajian teoritis cukup banyak.

Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Anak dan Remaja
A.    Teori Tentang Sumber Kejiwaan Agama
      Pernyataan yang timbul adalah : apakah yang menjadi sumber pokok yang mendasarkan timbulnya keinnginan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan? Atau dengan kata lain “apakah yang menjadi sumber kejiwaan agama itu?
Untuk memberi jawaban itu telah timbul beberapa teori antara lain :
1.      Teori Monistik ( Mono = Satu )
2.      Teori Fakulti (Faculty Theory)
3.      Beberapa pemuka teori Fakulti
B.     Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Anak
      Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah fisik maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian, ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat ‘laten’. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap, lebih-lebih pada usia dini. Sesuai dengan prinsik pertumbuhanya, seorang anak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimiliknya, yaitu :
1.      Prinsip biologis
2.      Prinsip tanpa daya
3.      Prinsip Eksplorasi
C.     Perkembangan Agama pada Anak-anak
      Menurut Penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu melalui beberapa fase (Tingkatan). Dalam bukunya The Development of religious on Children, ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu :
1.                              The Fairy Tale Stage (Tingkat dongeng)
2.                              The Realistic Stage (Tingkatan Kenyataan)
3.                              The Individual Stage (Tingkat Individu)
D.    Sifat-sifat Agama pada Anak-anak
      Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami sifat agama pada anak-anak. Sesuai dengan ciri yang mereka miliki, maka sifat agama pada anak-anak. Tumbuh mengikuti pola ideas concept on outhority. Ide keagamaan pada anak hamper sepenuhnya autoritarius, maksudnya konsep keagamaan agama pada diri mereka di pengaruhi oleh factor dari luar diri mereka. Berdasarkan hal itu, maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dibagi atas :
1.      Unreflective (Tidak mendalam)
2.      Egosentris
3.      Anthromorphis
4.      Verbalis dan Ritualis
5.      Imitatif
6.      Rasa Heran
E.     Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Remaja
      Perkembangan Rasa Agama
Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa factor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck adalah :
a.       Pertumbuhan Pikiran dan Mental
b.      Perkembangan Perasaan
c.       Perkembangan Sosial
d.      Perkembangan Moral
e.       Sikap dan Minat
f.       Ibadah
F.      Konflik dan Keraguan
      Dari analisis hasil penelitian W. Starbck menemukan penyebab timbulnya keraguan itu adalah factor :
1.      Kepribadian, yang menyangkut salah tafsir dan jenis kelamin
2.      Kesalahan Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama
3.      Pernyataan Kebutuhan Manusia
4.      Kebiasaan
5.      Pendidikan
6.      Percampuran antara Agama dan Mistik

Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Orang Dewasa dan usia lanjut
      Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial, karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan.
A.    Macam-macam Kebutuhan
1.      Kebutuhan Individual
2.      Kebutuhan Sosial
3.      Kebutuhan Manusia akan Agama
B.     Sikap Keberagamaan pada Orang Dewasa
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki siri-ciri sebagai berikut :
1.      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2.      Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak di aplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3.      Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mmpelajari dan memperdalam dan memperdalam pemahaman keagamaan
4.      Tingkat ketaan beragama didasarkan atas pertimbangan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup
5.      Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas
6.      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga mantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan hati nurani
C.     Manusia Usia Lanjut dan Agama
      Kehidupan keagamaan pada usia lanjut ini menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata meningkat. M. Argyle mengutip sejumlah penelitian yang dilakukan Cavan yang mempelajari 1.200 orang sampel beruia antara 60-100 tahun. Temuan menunjukan secara jelas kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat pada umur-umur ini. Sedangkan, pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul sampai 100 persen setelah usia 90 tahun (Robert H. Thouless, 1992 : 108).
D.    Perlakuan terhadap usia Lanjut Menurut Islam
      Kajian Psikologi berhasil mengungkapkan bahwa diusia melewati setengah baya, arah perhatian mengalami perubahan yang mendasar. Bila sebelumnya perhatian diarahkan pada kenikmatan materi dan duniawi, maka pada peralihan usia tua ini, perhatian lebih tertuju kepada upaya menemukan ketenangan batin. Sejalan dengan perubahan itu, maka masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan akhirat mulai menarik perhatian mereka. Perlakuan manusia pada usia lanjut menurut Islam merupakan kewajiban agama, maka sangat tercela dan dipandang durhaka bila seorang anak tega menempatkan orangtuanya di tempat penampungan atau panti jompo. Alasan apapun tak dapat diterima bagi perlakuan itu.

Kriteria Orang yang Matang Beragama
      Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia di sebut kedewasaan. Sebaliknya, perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (maturity).
A.    Ciri-ciri dan Sikap keberagaman
1.Tipe Orang yang sakit Jiwa
2. Tipe Orang yang sehat Jiwa


B.     Mistisme dan Psikologi Agama
1.      Sejarah Perkembangan Aliran Kepercayaan
Perkembangan masyarakat pada kenyataanya selalu membawa berbeda dari unsure generasi terdahulu. Demikian pula perkembangan kepercayaan dari tahap politisme menjadi monoteisme.
2.      Hal-hal yang Termasuk Mistisme
a.       Ilmu Gaib
b.      Magis
c.       Kebatinan
d.      Para Psikologi
e.       Aliran kebatinan dan Schisoprenia
f.       Tasawuf dan Tirakat

Agama dan Kesehatan Mental
      Di zaman kuno penyakit yang diderita manusia sering dikaitkan dengan gejala-gejala spiritual. Sebaliknya, didunia modern penyakit manusia didiagnose berdasarkan gejala-gejala biologis.
A.    Manusia dan Agama
      Manusia memang makhluk yang serba unik. Dengan keunikan yang dimilikinya, manusia merupakan makhluk yang rumit dan misterius, ungkap Murthada Muthahhari. Hubungan manusia dan agama tampaknya merupakan hubungan yang bersifat kodrati. Agama itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terbentuk dalam bentuk ketundukan, kerinduan ibadah, sertasifat-sifat luhur. Manakala dalam menjalankan kehidupanya, manusia menyimpang dari nilai-nilai fitrahnya, maka secara psikologis ia akan merasa adanya semacam “hukuman moral”. Lalu spontan akan muncul rasa bersalah atau berdosa (sense of guilty)
B.     Agama dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Mental
      Sejumlah kasus yang menunjukan adanya hubungan antara factor keyakinan dengan kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah disadari para ilmuwan beberapa abad yang lalu. Misalnya, pernyataan Carel Gustav Jung” diantara pasien saya yang setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaanya tidak dilatarbelakangi oleh aspek agama”. (K.H.S.S. Djam’an, 1975: 17)
C.     Terapi Keagamaan
      Orang yang tidak merasa tenang, aman serta tenteram dalam hatinya adalah orang yang sakit rohani atau mentalnya, tulis H. Carl Witherington ( M.Buchori, 1982:5)
D.    Musibah
      Menurut Al-Qurtubi, musibah adalah apa saja yang menyakiti dan menimpa diri seseorang, atau sesuatu yang berbahaya dan menyusahkan manusia, betapapun kecilnya (Ensiklopedi Al-Qur’an, 1997:283)


E.     Kematian
      Sebagai makhluk ciptaan, ternyata hidup manusia itu terbatas , Manusia sama sekali tidak bias mempertahankan apa yang diinginkan. Kedudukan yang tinggi maupun besarnya kekuasaan yang digenggam akan “melorot” bila saatnya tiba. Kekayaan yang melimpah, juga akan “terkuras”kalau rantang waktunya sudah habis. Nyawa sekalipun segera pupus manakala”masa pakainya habis”. Kematian adalah suatu keniscayaan.

Kepribadian dan Sikap Keagamaan
A.    Pengertian dan Teori Kepribadian
      Istilah-istilah yang dikenal dalam kepribadian adalah:
1.      Mentality
2.      Personality
3.      Individuality
4.      Identity
B.     Tipe-tipe Kepribadian
1.      Aspek Biologis
Aspek biologis, yang mempengaruhi tipe kepribadian seseorang ini didasarkan atas konstitusi tubuh dan bentuk tubuh yang dimiliki seseorang.
2.      Aspek Sosiologis
Pembagian ini didasarkan kepada pandangan hidup dan kualitas social seseorang.
3.      Aspek Psikologis
4.      Dalam pembagian tipe kepribadian berdasarkan psikologi Prof. Heyman mengemukakan, bahwa dalam diri manusia terdapat tiga unsure; emosionalitas, aktivitas, dan fungsi sekunder (proses pengiring)
C.     Hubungan Kepribadian dan Sikap Keagamaan
1.      Struktur Kepribadian
Sigmund Freud merumuskan system kepribadian menjadi tiga system. Ketiga system itu dinamaiya, id, ego dan super ego.
2.      H.J. Eysenck
Menurut Eysenk, kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan dan disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis berdasarkan atas keumuman dan kepentinganya, diurut dari yang paling bawah ke yang paling tinggi adalah :
a.       Specific response
b.      Habitual response
c.       Trait
d.      Type
3.      Sukamto M.M
Menurut pendapat Sukamto M.M kepribadian terdiri dari empat system atau aspek, yaitu :
a.       Qalb (angan-angan kehatian)
b.      Fuad (perasaan/hati nurani/ulu hati)
c.       Ego (aku sebagai pelaksana dari kepribadian)
d.      Tingkah laku (wujud gerakan)

D.    Dinamika Kepribadian
Selain tipe dan struktur, kpribadian juga memiliki semacam dinamika yang unsurnya secara aktif ikut mempengaruhi aktifitas seseorang. Unsur-unsur tersebut adalah :
1.      Energi rohaniah (psychis energy)
2.      Naluri
3.      Ego (aku sadar)
4.      Super ego

Pengaruh Kebudayaan terhadap Jiwa Keagamaan
      Dalam kebudayaan terdapat perangkat-perangkat dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh pendukung kebudayaan tersebut. Perangkat-perangkat pengetahuan itu berbeda-beda secara bertingkat-tingkat yang fungsional hubunganya satu sama lainya secara keseluruhan (Parsudi Suparlan, 1995:4)
A.    Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan
Tradisi menurut Parsudi Suparlan, Ph.D. merupakan unsure social budaya yang telah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah (Parsudi Suparlan 1987;115). Tradisi keagamaan (bagi agama samawi) bersumber dari norma-norma yang termuat dalam kitab suci. Bila kebudayaan sebagai cetak biru bagi kehidupan (kluckhohn) atau sebagai pedoman bagi kehidupan masyarakat (Parsudi Suparlan), maka dalam masyarakat pemeluk agama perangkat-perangkat yang berlaku umum dan menyeluruh sebagai norma-norma kehidupan akan cenderung mengandung muatan keagamaan.
B.     Tradisi Keagamaan dan Sikap Keagamaan
Tradisi keagamaan pada dasarnya merupakan pranata keagamaan yang sudah dianggap baku oleh masyarakat pendukungnya. Para ahli antropologi membagi kebudayaan dalm bentuk dan isi. Menurut bentuknya kebudayaan terdiri atas tiga, yaitu (Koentjaraningrat, 1986:80-90)
1.      Sistem kebudayaan (cultural system)
2.      Sistem Sosial (Social system)
3.      Benda-benda budaya (Material culture)
C.     Kebudayaan dalam Era Global dan Pengaruhnya terhadap Jiwa Keagamaan
      Era global umumnya digambarkan sebagai kehidupan masyarakat dunia menyatu. Karena kemajuan teknologi, manusia antarnegara menjadi mudah berhubungan baik melalui kunjungan secara fisik, karena alat transportasi bukan merupakan penghambat bagi manusia untuk melewati keberbagai tempat diseantero bumi ini; ataupun melalui pemanfaatan perangkat komunikasi. Tetapi menurut David C. Korten, ada tiga krisis yang bakal akan dihadapi manusia secara global. Kesadaran akan krisis ini sudah muncul sekitar tahun 1990-an, yaitu, kemiskinan, penanganan lingkungan yang salah serta kekerasan social . Gejala tersebut akan menjadi mimpi buruk  kemanusiaan diabad ke 21 ini (David C. Korten, 1990:11)
Problema dan Jiwa Keagamaan
      Agama menyangkut kehidupan batin manusia. Oleh karena itu, kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitanya dengan sesuatu yang sacral dan dunia ghaib.
A.    Sikap Keagamaan dan Pola Tingkah Laku
Dalam pengertian umum, sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi  afektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individu (Mar’at, 1982:19). Dengan demikian, sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang dan bukan sebagai pengaruh bawaan (factor intern) seseorang, serta tergantung kepada objek tertentu. Objek sikap oleh Edwards disebut sebagai psychological object (Mar’at, 1982:21)
B.     Sikap Keagamaan yang Menyimpang
Sikap keagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang terhadap kepercayaan dan keyakinan terhadap agama yang dianutnya mengalami perubahan. Sikap keagamaan yang menyimpang dari tradisi keagamaan yang cenderung keliru mungkin akan menimbulkan suatu pemikiran dan gerakan pembaruan, seperti halnya Martin Luther. Selain dalam bentuk kelompok,sikap keagamaan ini umumnya tergantung hubungan persepsi seseorang mengenai kepercayaan dan keyakinan. Kepercayaan adalah tingkat pikir manusia dalam mengalami proses berpikir yang telah dapat membebaskan manusia dari segala unsure-unsur yang terdapat diluar pikiranya. Diluar itu, sikap keagamaan yang menyimpang juga bias termanifestikan dalam pelanggaran terhadap nilai-nilai moral maupun norma-norma agama.
C.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan yang Menyimpang
Dalam kehidupan keagamaan barangkali perubahan sikap ini berhubungan dengan konversi agama. Seseorang yang merasa bahwa apa yang dilakukan sebelumnya adalah keliru, berupaya untuk mempertimbangkan sikapnya. Pertimbangan tersebut melalui proses dari munculnya persoalan hingga tercapainya suatu keseimbangan, Keempat fase dalam proses terjadinya perubahan sikap itu adalah:
1.      Munculnya persoalan yang dihadapi
2.      Munculnya beberapa pengertian yang harus disiplin
3.      Mengambil keputusan berdasarkan salah-satu pengertian yang dipilih
4.      Terjadi keseimbangan

Pengaruh Pendidikan terhadap Jiwa keagamaan
A.    Pendidikan Keluarga
Barangkali sulit untuk mengabaikan peran keluarga dalam pendidikan. Anak-anak sejak masa bayi hingga usia sekolah memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. MAkanya tak mengherankan jika Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga kesaat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga (Gilbert Highest, 1961:78). Bayi yang baru lahir merupakan makhluk yang tak berdaya, namun ia dibekali oleh berbagai kemampuan yang bersifat bawaan (W.H.Clark, 1964:2)
B.     Pendidikan Kelembagaan
Di masyarakat primitive lembaga pendidikan secar khusus tidak ada. Anak-anak umumnya dididik dilingkunganya. Pendidikan agama dilembaga pendidikan bagaimanapun akan member pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Fungsi sekolah dalam kaitanya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama dilingkungan keluarga atau mebentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga. Dalam konteks ini guru agama harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikanya.
C.     Pendidikan Di Masyarakat
Seperti diketahui, bahwa dalam keadaan yang ideal, pertumbuhan seseorang menjadi sosok yang memiliki kepribadian terintegrasi dalam berbagai aspek mencakup fisik, psikis, moral, dan spiritual (M. Buchori, 1982:155). Makanya, menurutnya ada enam aspek dalam mengasuh pertumbuhan itu, yaitu: 1) fakta-fakta asuhan 2) alat-alatnya. 3) regularitas 4) Perlindungan; dan 5) unsur waktu (M. Buchori, 1982; 156)
D.    Agama dan Masalah Sosial
Tumbuh dan berkembangnya kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience), teernyata melalui proses yang gradual, tidak sekaligus. Pengaruh luar sangat berperan dalam menumbuhkembangkanya, khususnya pendidikan. Adapun pendidikan yang paling berpengaruh, yakni pendidikan dalam keluarga. Apabila dilingkungan keluarga anak-anak tidak diberikan pendidikan agama, biasanya sulit untuk memperoleh kesadaran dan pengalaman agama yang memadai.

Gangguan dalam Perkembangan Jiwa Keagamaan
A.    Faktor Intern
Perkembangan jiwa keagamaan selain ditentukan oleh factor ekstern juga ditentukan oleh factor intern seseorang. Seperti halnya aspek kejiwaan lainya, maka para ahli psikologi agama mengemukakan berbagai teori berdasarkan pendekatan masing-masing. Tetapi, secara garis besarnya factor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan antara lain adalah factor hereditas, tingkat usia, kepribadian dan kondisi kejiwaan seseorang.
1.      Faktor hereditas
2.      Tingkat Usia
3.      Kepribadian
4.      Kondisi Kejiwaan



B.     Faktor Ekstern
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga, Yaitu 1). Keluarga 2). Intitusi dan 3). Masyarakat

Agama dan Pengaruh dalam Kehidupan
Menurut gambaran Elisabeth K. Nottingham berpendapat bahwa agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui definisi, melainkan melalui deskripsi (penggambaran). Tak ada satu pun definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan, tulis Elizabeth.
A.    Agama dalam Kehidupan Individu
Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu system nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai system nilai agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk cirri khas. Dilihat dari fungsi dan peran agama dalam member pengaruhnya terhadap individu, baik dalam bentuk system nilai, motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling penting adalah sebagai pembentukan kata hati (conscience). Kata hati menurut Erich Fromm adalah panggilan kembali manusia kepada dirinya (Erich Fromm, 1988:110).
B.     Agama dalam Kehidupan Masyarakat
Masyarakat adalah gabungan dari kelompok individu yang terbentuk berdasarkan tatanan social tertentu. Dalam kepustakaan ilmu-ilmu social dikenal tiga bentuk masyarakat yaitu: 1). Masyarakat homogeny; 2.) masyarakat majemuk; dan 3).  Masyarakat heterogen.
Masalah Agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain :
1.      Berfungsi Edukatif
2.      Berfungsi Penyelamat
3.      Berfungsi sebagai pendamaian
4.      Berfungsi sebagai social control
5.      Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
6.      Berfungsi transformatif
7.      Berfungsi sebagai kreatif
8.      Berfungsi sublimatif
C.     Agama dan Pembangunan
Prof. Dr. Mukti Ali mengemukakan bahwa peranan agama dalam pembangunan adalah:
1.      Sebagai ethos pembangunan
2.      Sebagai motivasi
D.    Agama dan Spiritualisme
Spiritual, spiritualitas, dan spiritualisme mengacu kepada kosa kata latin spirit atau spiritus yang berarti nafas. Adapun kerja spirare yang berarti untuk bernafas. Berangkat dari pengertian etimologis ini, maka untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki napas artinya memiliki spirit (Aliah B. Purwakania Hasan, 2006:288). Spirit dapat juga diartikan kehidupan, nyawa, jiwa dan napas (Hasan Shadily, 1984:3278).
E.     Doa
Secara umum, doa dijumpai baik dalam kehidupan masyarakat beragama, penganut aliran kepercayaan (non-agama), maupun paganisme (animisme).
1.      Doa dan Bencan
2.      Mengusir makhluk Halus
3.      Mencoba mengubah Taqdir
4.      Pengobatan

Tingkah Laku keagamaan yang Menyimpang
A.    Aliran klenik
Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal (KBRI, 1989;409). Dalam kehidupan masyarakat, umumnya klenik ini erat kaitanya dengan praktik perdukunan, hingga sering dikatakan dukun klenik. Dalam kenyataan di masyarakat praktik yang bersifat klenik memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu :
1.      Pelakunya menokohkan diri selalu orang suci dan umumnya tidak memilki latar belakang yang jelas (asing)
2.      Mendakwahkan diri memiliki kemampuan luar biasa dalam masalah yang berhubungan dengan hal-hal gaib
3.      Menggunakan ajaran agama sebagai alat untuk menarik kepercayaan masyarakat
4.      Memiliki tujuan tertentu yang cenderung merugikan masyarakat
B.     Konversi Agama
Konverensi agama (religious conversion) secara umum dapat diartikan dengan berubah agama ataupun masuk agama. Untuk memberikan gambaran yang lebih mengena tentang maksud kata-kata tersebut perlu dijelaskan melalui uraian yang di latar belakangi oleh pengertian secara etimologis. Dengan pengertian berdasarkan asal kata tergambar ungkapan itu secara jelas.
1.      Pengertian Konversi Agama
2.      Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Konversi Agama
3.      Proses Konversi Agama
a.       Perubahan Drastis
b.      Pengaruh Lingkungan

C.      Konflik Agama
Akhir-akhir ini telah terjadi sejumlah kasus yang cukup mencemaskan. Rosita S. Noer mengemukakan, bahwa selama kurun waktu tiga tahun terakhir ini, kerusuhan social semakin menjadi gejala umum bagi perjalanan kehidupan bangsa Indonesia. Penyebab awal yang tampak di permukaan dari kasus-kasus tersebut, adalah marahnya massa hingga terjadi kerusuhan. Sementara, penyebab yang menjadi factor tersembunyi, umumnya dikaitkan dengan masalah-masalah hubungan social (Rosita S. Noer, 2000: 3-4).
1.      Pengetahuan Agama yang Dangkal
2.      Fanatisme
3.      Agama sebagai Doktrin
4.      Simbol-simbol
5.      Tokoh Agama
6.      Sejarah
7.      Berebut Surga
D.    Terorisme dan Agama
Terorisme berasal dari kata terror, yang secara etimologis mencakup arti 1. Perbuatan (pemerintah dan sebagainya) yang sewenang-wenang (kejam, bengis, dan sebagainya); 2. Usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Sedangkan terorisme berarti penggunaan kekerasan atau menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan, terutama tujuan politik  (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 939).
1.      Fundamentalisme
2.      Radikalisme
3.      Mitos-mitos Keagamaan
E.     Fatalisme
Sejatinya agama mengandung nilai-nilai ajaran yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai ajaran agama berperan sebagai motivasi dan etos pembangunan, tulis Prof. Dr. A. Mukti Ali (A. Mukti Ali, 1977). Sedangkan Elizabeth K. Nottingham sebagai pakar sosiologi agama juga mengungkapkan fungsi agama, yaitu: fungsi edukatif, penyelamat, pendamai, control social, pemupuk rasa solidaritas, transformative, kreatif, dan sublimatif (Elizabeth K. Nottingham, 1975).
1.      Pemahaman yang Keliru
2.      Otoritas Agamawan

No comments:

Post a Comment